ALAT MUSIK TRADISIONAL JAWA BARAT - ANGKLUNG
Angklung adalah alat musik
tradisional yang berasal dari Indonesia, khususnya dari daerah Sunda-Jawa
Barat. Angklung terbuat dari bambu dan cara memainkannya dengan cara digoyang
sehingga menghasilkan bunyi. Angklung menjadi bagian penting dari budaya Sunda
dan sering digunakan dalam berbagai upacara adat, pertunjukan seni, dan acara
kebudayaan. Jauh sebelum Islam masuk ke Nusantara, angklung sudah dikenal oleh
masyarakat Sunda sejak abad ke-7 hingga ke-8. Alat musik ini sering dimainkan
dalam upacara ritual untuk memanggil Dewi Sri, dewi padi dan kesuburan, sebagai
ungkapan rasa syukur dan harapan untuk panen yang melimpah.
Di dalam masyarakat Sunda kuno,
angklung digunakan sebagai alat musik sakral dalam berbagai upacara adat dan
keagamaan. Alat musik ini diyakini memiliki kekuatan magis untuk mendatangkan
keberuntungan dan kesuburan. Angklung menyebar ke berbagai daerah di Indonesia
dan mengalami berbagai modifikasi sesuai dengan budaya lokal. Setiap daerah
memiliki variasi angklung dengan karakteristik dan fungsi yang berbeda. Pada
tahun 1938, Daeng Soetigna, seorang guru dari Kuningan- Jawa Barat,
mengembangkan angklung dari sistem pentatonis (lima nada) ke sistem diatonis
(tujuh nada), sehingga angklung dapat memainkan lagu-lagu modern dan klasik.
Pengembangan ini dikenal dengan nama Angklung Padaeng. Pada tahun 2010,
angklung diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda, yang menegaskan
pentingnya alat musik ini dalam budaya Indonesia dan dunia. Dengan sejarah yang
panjang dan kaya, angklung menjadi salah satu simbol identitas budaya Indonesia
yang sangat berharga. Perkembangannya dari alat musik ritual hingga menjadi
alat musik modern menunjukkan adaptabilitas dan relevansinya dalam berbagai konteks
budaya dan zaman.
Ada beberapa jenis angklung yang dikenal, Setiap jenis angklung memiliki keunikan tersendiri dalam cara pembuatan, cara memainkan, dan fungsinya dalam budaya dan kesenian masyarakat yang menggunakannya. Berikut adalah beberapa jenis angklung:
- Angklung Kanekes (Baduy) : Angklung ini berasal dari masyarakat Kanekes atau Baduy di Banten. Biasanya dimainkan dalam upacara adat untuk memanggil Dewi Sri, dewi padi dalam kepercayaan tradisional Sunda.
- Angklung Dogdog Lojor : Angklung ini berasal dari daerah Kasepuhan Ciptagelar, Sukabumi. Alat musik ini dimainkan bersama alat musik dogdog (sejenis drum) dan sering digunakan dalam upacara adat seperti Seren Taun.
- Angklung Gubrag : Angklung ini berasal dari Desa Cipining, Bogor. Digunakan dalam upacara adat untuk menghormati Dewi Sri dan untuk meminta hujan saat musim kemarau.
- Angklung Padaeng : Angklung modern ini dikembangkan oleh Daeng Soetigna pada tahun 1938. Angklung ini di-tune dalam tangga nada diatonis sehingga bisa memainkan lagu-lagu modern dan klasik. Jenis ini sering digunakan dalam pendidikan musik di sekolah-sekolah.
- Angklung Toel : Angklung ini dikembangkan oleh Kang Yayan Udjo di Saung Angklung Udjo, Bandung. Jenis angklung ini dimainkan dengan cara ditekan (toel) sehingga lebih mudah dimainkan oleh satu orang tanpa bantuan pemain lain.
- Angklung Sarinande : Angklung ini merupakan angklung modern yang bisa memainkan lagu-lagu diatonis. Dimana Sarinande adalah nama salah satu lagu terkenal yang sering dimainkan dengan angklung jenis ini.
- Angklung Reyog : Angklung ini digunakan dalam kesenian Reyog Ponorogo di Jawa Timur. Angklung jenis ini memiliki suara yang keras dan berfungsi sebagai pengiring tarian Reyog.
Angklung dimainkan dengan cara
digoyangkan sehingga batang-batang bambu yang tergantung pada kerangka angklung
tersebut bergetar dan menghasilkan bunyi. Pertama-tama Pegang bagian bawah
angklung dengan tangan kiri, sementara tangan kanan memegang bagian atas
angklung. Pastikan angklung dalam posisi tegak dan tidak miring. Lalu Goyangkan
angklung dengan cepat dari sisi ke sisi. Gerakan ini membuat tabung-tabung
bambu di dalam angklung bergetar dan menghasilkan nada. Pastikan gerakan
goyangan tidak terlalu kuat agar suara yang dihasilkan tetap harmonis. Setiap
angklung memiliki nada yang berbeda, ditentukan oleh ukuran dan panjang tabung
bambu. Untuk memainkan melodi atau lagu, diperlukan beberapa angklung yang
masing-masing menghasilkan nada yang berbeda. Biasanya, pemain angklung
berkelompok dan masing-masing memegang angklung dengan nada yang berbeda. Untuk
menghasilkan nada pendek (Staccato), goyangkan angklung dengan cepat dan
hentikan segera. Untuk nada yang lebih Panjang (Legato), goyangkan angklung
secara kontinu tanpa berhenti. Teknik lainnya yakni Glissando, Teknik ini
melibatkan menggoyangkan angklung secara perlahan dari satu sisi ke sisi
lainnya untuk menghasilkan transisi nada yang halus. Dengan memahami dan
menguasai teknik-teknik dasar ini, pemain angklung dapat menghasilkan musik
yang harmonis dan indah, baik dalam penampilan solo maupun grup.
Angklung sering dimainkan dalam
kelompok, dengan setiap pemain memegang satu atau lebih angklung yang berbeda
nadanya. Pemain harus bekerja sama untuk menghasilkan melodi yang harmonis. Ada
konduktor yang memimpin permainan angklung agar sesuai dengan notasi musik yang
diinginkan. Dalam beberapa pertunjukan angklung, notasi musik diadaptasi untuk
alat musik angklung. Pemain membaca notasi ini untuk mengetahui kapan harus
menggoyangkan angklung mereka.