KAMPUNG YANG MENOLAK ADANYA LISTRIK & TEKNOLOGI
Kampung Naga, merupakan salah satu dari sekian
kampung-kampung adat yang ada di Jawa Barat. Kampung Naga terletak dekat dengan
jalan raya yang menghubungkan daerah Garut dengan Tasikmalaya. Kampung ini
berada pada suatu lembah yang subur, dilalui oleh sebuah sungai yakni, sungai
Ciwulan yang bermata air di Gunung Cikuray di daerah Garut. Lebih tepatnya
lokasi Kampung Naga berada di wilayah Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten
Tasikmalaya. Untuk mencapai Kampung dari arah jalan raya Garut – Tasikmalaya,
harus menuruni anak tangga sekira 335 anak tangga hingga sungai Ciwulan dengan
kemiringan 45 derajat. Agama Penduduk Kampung Naga adalah agama Islam.
Penduduk kampung naga masih memegang teguh adat
istiadat yang secara turun temurun berasal dari nenek moyang mereka. Dimana
Penduduk Kampung Naga masih sangat patuh terhadap pesan leluhur mereka,
mulai dari soal kesederhanaan, hidup rukun dengan memegang teguh adat tradisi
dalam menjaga alam, termasuk soal hubungannya dengan lingkungan sekitar pemberi
kehidupan. Penduduk Kampung Naga pun
masih tetap menjaga keaslian budaya mereka tanpa terpengaruh oleh kemajuan
teknologi dan informasi di era sekarang. Mereka juga tetap menjaga dan
menghormati hutan yang dianggap terlarang “Pamali” oleh masyarakat sekitar
tersebut.
Kampung Naga memiliki sejarah panjang seputar kerajaan tanah sunda. Salah satunya adalah Raja Dipuntang yang merupakan sesepuh awal di kampung Naga dan menurunkan Pangeran Singaparana yang menjadi Panglima Kerajaan Timbang Anten dengan Rajanya pada saat itu adalah Wangsadikarya yang kelak menjadi pemimpin di Kampung Naga yang arif dan bijaksana.
mengutip dari media Kumparan.com (https://kumparan.com/potongan-nostalgia/asal-usul-masyarakat-kampung-naga/full) menyebutkan bahwa penamaan “naga” dijelaskan dalam sebuah lempengan kuningan yang dinamakan “Piagam Naga”. Akan tetapi lempengan tersebut musnah bersamaan dengan naskah daun lontar, pusaka, dan benda-benda bukti sejarah lainnya yang disimpan di “Bumi Ageung”, sebuah tempat yang disakralkan oleh masyarakat, ketika terjadi pemberontakan DI/TII tahun 1956. Akibat dari peristiwa tersebut, masyarakat Kampung Naga merasa kehilangan jejak masa lalu dari keberadaan mereka. Masyarakat Kampung Naga percaya bahwa leluhur mereka berasal dari Kerajaan Galunggung, bernama Sembah Dalem Eyang atau Eyang Singaparna yang merupakan anak dari Prabu Rajadipuntang (Raja Galunggung ke-7). Menurut sebuah cerita lisan, pada abad ke-16 terjadi permasalahan kekuasaan di Kerajaan Galunggung. Ketika pergolakan penurunan tahta tersebut, Prabu Rajadipuntang berhasil meloloskan diri dengan membawa sejumlah pusaka kerajaan. Raja kemudian menemukan sebuah muara yang terletak di antara Sungai Cikole dan Sungai Cihanjatan. Prabu Rajadipuntang kemudian membagikan pusaka kerajaan ke masing-masing putranya. Eyang Singaparna mendapatkan warisan ilmu kabodoan (kebodohan). Dengan ilmunya tersebut, Eyang Singaparna mendapatkan ketenangan hidup agar bisa bersembunyi di sebuah tempat yang terang. Dalam perjalannya mencari kesahajaan hidup tersebut, Singaparna sampai di tempat yang dianggap aman dan tenang, sebuah lembah di pinggi Sungai Ciwulan. Sebuah lembah yang subur dan indah dengan dikelilingi perbukitan itulah yang kemudian menjadi Kampung Naga.
Di kampung naga saat ini Terdapat 3 (tiga) kesenian
Penduduk Kampung Naga yang sering ditampilkan hingga saat ini yaitu Terbang Gembrung, Terbang Sejak dan Angkluin. Instrumen music
dalam kesenian Terbang Gembrung dapat dimainkan oleh banyak orang yang biasa ditampilkan
pada saat hari besar Islam seperti Idul Fitri, Idul Adha, Ramadhan, maupun
Maulud Nabi. Untuk permainan tradisi kesenian Terbang biasa dilaksanakan
dalam momentum kapan saja, dengan melibatkan pemain sebanyak enam orang dengan
alat musik seperti rebana.
Impian masyarakat kampung naga adalah menjadi
sebuah desa adat bertaraf nasional, sehingga kedepannya bisa menjadi magnet
baru sebagai destinasi wisata unggulan, di kawasan tatar sunda bagian selatan
Jawa tersebut. Hal ini didasari Atas banyaknya potensi Kampung Naga
tersebut, seperti : Eksotisme wilayah, dengan ragam kekayaan adat budaya,
menjadi daya tarik tersendiri bagi setiap pengunjung yang datang.
Tatanan lingkungan Kampung Naga sangat rapi & Lingkungannya bersih, suhu udara adem.
Di sisi kanan aliran sungai Ciwulan bergerak tenang mengeluarkan suara
gemericik. Di sebelah kiri deretan rumah tertata rapi, bagian depan rumah
menghadap utara atau selatan. Sementara suhunan atau atap bangunan memanjang
dari timur ke barat. Semuanya beratap ijuk dan bahan bangunan rumahnya terbuat
dari kayu hutan. Bangunan rumah panggung itu ditopang oleh batu sebagai
pondasi. Meski sederhana, namun ventilasi berupa jendela membuat rumah memiliki
sirkulasi udara yang cukup. Dan tak kalah penting rumah ini tahan gempa. Selain
sawah ada pula kolam-kolam ikan milik warga dan tanah lapang di depan mesjid
kampung yang juga memiliki arsitektur serupa dengan rumah warga. Aktivitas
warga relatif tenang, tak ada hiruk pikuk. Rata-rata penduduk kampung naga
bekerja di sawah, di kolam ikan atau meraut bilah bambu untuk bahan kerajinan.
Sementara di tanah lapang, anak-anak asyik bermain. Warga menyambut hangat
setiap tamu yang datang.
Waah unik sekali
BalasHapusTerimakasih banyak ya...
HapusMenarik buat di kunjungi yaa kampungnya ..
BalasHapusIya....
HapusHayuk²....
Biar bisa healing n refreshin pikiran
Jadi pengen healing hehehe
BalasHapusJangan pengen aja....
HapusTp segera direalisasikan ya
kerennn kak, jadi nambah pengetahuan akuuuu. addicted banget sama artikel kakak. semangat kak, aku selalu stay tune ! 😊😍
BalasHapusMakasi banyak ya....
HapusBantu share ya kak, agar blog ini bisa berkembang.
wow, di indo masih banyak jg ya ternyata hal2 unik, next spill kampung terdalam di papua kak!
BalasHapusSiap kak...
HapusAku usahakan untuk segera ngulik tentabg kampung terdalam di papua.
Makasii ya buat sarannya
Keanekaragaman indonesia
BalasHapusBagus
BalasHapus