Indofarma: Pilar BUMN di Sektor Farmasi
Indofarma adalah salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang farmasi dan alat kesehatan. Dikenal sebagai produsen berbagai obat generik, suplemen, hingga alat kesehatan seperti rapid test dan masker, Indofarma menjadi bagian penting dalam pemenuhan kebutuhan farmasi nasional, terutama saat pandemi COVID-19. Indofarma juga tergabung dalam Holding BUMN Farmasi bersama Kimia Farma dan Bio Farma. Dengan pengalaman puluhan tahun, publik tentu menganggap perusahaan ini memiliki pengelolaan keuangan yang solid dan kredibel.
Namun, baru-baru ini muncul isu mengejutkan: Indofarma dikabarkan terlilit utang dari pinjaman online (pinjol) hingga miliaran rupiah. Isu ini mencuat setelah laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya ketidakwajaran dalam laporan keuangan Indofarma. Salah satu poin yang mencolok adalah penggunaan sumber pembiayaan yang tidak lazim, yaitu pinjaman dari layanan pinjol. Jumlah utangnya pun bukan angka kecil, disebutkan mencapai miliaran rupiah.
BPK menyoroti bahwa Indofarma tidak hanya mengalami kerugian secara operasional, tetapi juga menggunakan skema pembiayaan yang tidak transparan dan tidak sesuai dengan standar tata kelola perusahaan yang baik. Bahkan, beberapa pinjaman tidak tercatat dengan jelas dalam laporan keuangan resmi perusahaan.Ada beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab Indofarma terjerumus dalam situasi ini:
- Kinerja Keuangan yang Memburuk. Sejak beberapa tahun terakhir, Indofarma mengalami penurunan pendapatan dan laba. Proyek-proyek pengadaan alat kesehatan yang tidak berjalan sesuai target, serta persaingan ketat di industri farmasi, membuat beban keuangan menumpuk.
- Tekanan Operasional Pasca Pandemi. Dimana Saat pandemi, permintaan alat kesehatan tinggi. Namun, pasca pandemi, kebutuhan menurun drastis sementara stok menumpuk. Ini menyebabkan kerugian besar.
- Manajemen Keuangan yang Lemah. Hal ini Indikasi pengelolaan keuangan yang tidak akuntabel membuat perusahaan mengambil keputusan finansial yang tidak lazim, seperti meminjam dari pinjol yang tidak teregulasi OJK.
- Kurangnya Pengawasan Holding. Meskipun berada dalam holding BUMN farmasi, pengawasan dari entitas induk tampaknya lemah. Hal ini memungkinkan manuver keuangan yang berisiko tinggi.
Isu utang pinjol yang menjerat Indofarma menjadi pengingat keras bahwa bahkan institusi sebesar BUMN tidak kebal terhadap risiko jika tata kelola dan transparansi tidak dijaga. Ke depan, pembenahan manajemen dan pengawasan menjadi hal mutlak agar kepercayaan publik tidak semakin luntur. Dampak dari isu ini sangat luas, beberapa di antaranya :
- Citra BUMN Tercoreng. Publik mempertanyakan bagaimana perusahaan negara bisa berutang ke pinjol, sebuah praktik yang identik dengan individu yang kesulitan finansial, bukan korporasi.
- Kepercayaan Investor Menurun. Kredibilitas Indofarma sebagai emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) terganggu. Harga saham bisa anjlok, dan investor akan berpikir dua kali sebelum menanamkan modal.
- Pemerintah Perlu Evaluasi Holding BUMN. Perlu audit menyeluruh dan pembenahan tata kelola keuangan untuk mencegah hal serupa terjadi di BUMN lain.
Banyak pihak yang menyatangkan Dan mempertanyakan bagaimana Hal ini bisa terjadi, Berikut adalah beberapa alasan yang diduga menjadi penyebab Indofarma melakukan utang ke pinjaman online (pinjol), meskipun statusnya sebagai BUMN seharusnya memiliki akses pembiayaan yang lebih formal:
1. Kebutuhan Dana Cepat
Indofarma kemungkinan menghadapi tekanan keuangan yang sangat mendesak, seperti kebutuhan membayar vendor, operasional, atau utang jatuh tempo. Pinjol menjadi opsi karena bisa memberikan dana dengan cepat tanpa proses panjang seperti bank.
2. Terbatasnya Akses Kredit Resmi
Dengan laporan keuangan yang memburuk dan tingkat utang yang tinggi, kemungkinan besar Indofarma kesulitan mendapatkan pembiayaan dari bank atau lembaga keuangan formal. Kreditur bisa menilai risiko gagal bayar terlalu tinggi.
3. Lemahnya Tata Kelola dan Pengawasan
Manajemen keuangan yang buruk atau tidak transparan membuka celah bagi pengambilan keputusan keuangan yang tidak lazim. Minimnya pengawasan dari holding (Bio Farma) juga memperparah situasi.
4. Upaya Menutup Lubang dengan Lubang
Ada indikasi bahwa dana dari pinjol digunakan untuk menutupi utang sebelumnya, sebuah skema yang berbahaya karena bisa menimbulkan utang yang makin menumpuk tanpa penyelesaian akar masalah.
5. Ketidaktahuan atau Kelalaian Manajerial
Meskipun terdengar janggal, ada kemungkinan sebagian pengambil keputusan tidak memahami sepenuhnya legalitas atau risiko dari penggunaan layanan pinjol. Terutama jika pinjol tersebut tidak terdaftar resmi di OJK.
Kondisi terkini, Indofarma dan anak usahanya, PT Indofarma Global Medika (IGM), dilaporkan mengalami kerugian signifikan akibat berbagai aktivitas yang berindikasi fraud. Salah satunya adalah penggunaan pinjaman online sebesar Rp1,26 miliar yang dilakukan bukan untuk kepentingan perusahaan, melainkan menggunakan nama pribadi karyawan. Selain itu, BPK menemukan indikasi kerugian lainnya, termasuk transaksi fiktif dan penempatan deposito atas nama pribadi di koperasi simpan pinjam Akibat dari praktik-praktik tersebut, Indofarma mengalami kesulitan keuangan yang berdampak pada operasional perusahaan, termasuk keterlambatan pembayaran gaji karyawan sejak awal tahun.
Pemerintah melalui Kementerian BUMN menyatakan akan mengambil tindakan tegas terhadap pengurus Indofarma yang terlibat dalam penyimpangan keuangan. Audit menyeluruh dan proses hukum sedang berlangsung untuk menindaklanjuti temuan BPK dan memastikan pertanggungjawaban atas kerugian yang terjadi .
No comments:
Post a Comment